Minggu, 28 Juni 2020

PJT I DAN BBWS BRANTAS DIAM BANTARAN DIJARAH UNTUK BANGUNAN DAN JADI TEMPAT SAMPAH

Data inventarisasi bangunan liar di sempadan Sungai oleh Dinas Pengairan menunjukkan disepanjang Kali Surabaya yang melewati Kecamatan Wringinanom dan Kecamatan Driyorejo Kabupaten Gresik terdapat 1191 Bangunan. Secara keseluruhan bangunan liar diatas sempadan Kali Surabaya terdapat lebih dari 7000 Bangunan.

Tabel Penggunaan Lahan Bantaran Kali Surabaya 2001

No

Jenis Penggunaan Lahan

Mojokerto

Sidoarjo

Gresik

Surabaya

 1.

Tempat Usaha

19

217

49

260

 2.

Tempat Tinggal

49

1629

1125

3367

 3.

Pabrik

 

9

17

50

 4.

Mess Karyawan

 

 

 

1

 

Jumlah Bangunan

68

1855

1191

3678

Sumber : Dinas Pengairan Provinsi Jawa Timur

DI Wilayah Gresik (Wringinanom dan Driyorejo), Sidoarjo (Balongbendo, Krian dan Taman) kini juga muncul jenis penggunaan lahan sempadan yang lain yaitu sempadan dijadikan tempat pembuangan limbah padat industry, tempat pembakaran dan penimbunan sampah padat (solid waste), Tempat kost-kostan, Penampung air bahan baku industri dan sebagai tempat kegiatan usaha. Kondisi ini tentu sangat mengancam kualitas air Kali Surabaya yang menjadi bahan baku PDAM Tirta Dharma Kabupaten Gresik. Maraknya pelanggaran pemanfaatan sempadan sungai dikarenakan

1. lemahnya upaya pengawasan yang dilakukan oleh Negara, dalam hal ini pengelolah Sempadan sungai yaitu Perum Jasa Tirta I Malang (PJT I) Sebagai operator pengelolaan dan pemanfaatan Kali Surabaya dan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas yang merupakan kepanjangan tangan dari Departemen pekerjaan Umum dan Perumahan rakyat yang berwenang mengelola Kali Brantas dan Kali Surabaya. PJT I dan  BBWS tidak  aktif melakukan pemantauan terhadap pelanggaran dan tidak memiliki komitmen kuat dalam  penegakan hokum sehingga massif terjadi pelanggaran pemanfaatan sempadan seperti sekarang. PJT I dan BBWS juga tidak melakukan upaya koordinasi dan sosialisasi kepada Pemkab/Pemkot dan Pemerintah Desa yang dilalui Kali Surabaya sehingga seolah-olah Kali Surabaya menjadi kawasan tanpa pengelolah.

2. Minimnya upaya sosialisasi kepada Pemerintah Desa/kelurahan dan kecamatan tentang status hukum lahan bantaran sungai di Kali Surabaya sehingga masyarakat memanfaatkan bantaran sebagai lahan untuk bangunan.

3. PJT I dan BBWS Brantas tidak memasang papan informasi yang cukup disepanjangan bantaran Kali Surabaya, papan informasi yang berisi informasi status tanah bantaran Kali Surabaya yang terlarang untuk bangunan dan dijadikan kawasan terbangun

4. Tidak ada upaya penegakan hukum berupa pemberian sanksi kepada kegiatan usaha yang memanfaatakan bantaran sungai sebagai kawasan terbangun

Pemanfaatan bantaran Sungai untuk kegiatan usaha kecil di Desa Tanjungsari
Bantaran Sungai di Desa Tanjungsari dimanfaatkan untuk kegiatan usaha kecil. Minimnya pengawasan dari PJT I dan BBWS menjadikan masyarakat memanfaatkan bantaran untuk kegiatan usaha yang mengancam fungsi ekologi sungai
Bantaran Sungai dijadikan tempat Parkir Kendaraan roda 4 karyawan PT Suparma di Warugunung Surabaya

Penjarahan Bantaran Kali Surabaya diabaikan oleh PJT I dan BBWS brantas


Kementerian PUPR Abaikan Penjarahan Bantaran Kali Surabaya

Kerusakan Ekosistem Kali Surabaya salah satu penyebabnya adalah abainya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dalam pengendalian pemanfaatan bantaran Sungai, pada tahun 2015 Lembaga kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (ECOTON) mengusulkan beberapa upaya penyelamatan bantaran Kali Surabaya, namun sayang hingga kini penjarahan bantaran kali Surabaya masih terjadi di Kali Surabaya. Bangunan liar dibiarkan didirikan diatas bantaran Kali Surabaya bahkan ada penampung air milik Perusahaan kertas yang berdiri dibantaran Kali Surabaya, padahal bantaran merupakan kawa

san lindung yang harus dibiarkan berfungsi sebagai retention zone atau sebagai daerah banjiran yang berfungsi menampung air pada musim hujan. Sempadan sungai berfungsi sebagai ruang penyangga antara ekosistem sungai dan daratan, agar fungsi sungai dan kegiatan manusia tidak saling terganggu. Pasca penetapan PP Nomor 38 Tahun 2011, bangunan dalam sempadan sungai dinyatakan dalam status quo dan secara bertahap harus ditertibkan untuk mengembalikan fungsi sempadan sungai. Yang dimaksud dengan “status quo” adalah kondisi tidak boleh mengubah, menambah, ataupun memperbaiki bangunan. Untuk itu segala aktivitas pembangunan tanpa ijin di bantaran sungai Kali Surabaya harus dihentikan dan ditertibkan. Sebagai pengelola Sungai Brantas, Menteri PUPR bertanggung jawab dalam perli
ndungan sempadan sungai melalui pembatasan pemanfaatan sempadan sungai dan perlindungan ruas restorasi sungai untuk mengembalikan sungai ke kondisi alamiahnya, meliputi penataan palung sungai, penataan sempadan sungai dan sempadan danau paparan banjir, serta rehabilitasi alur sungai. Sejak 2015 ECOTON mengusulkan kepada Menteri PUPR untuk segera melakukan tindakan sebagai berikut:

 1.  
1. Melakukan inventarisasi pengguna lahan sempadan sungai Kali Surabaya diwilayah Kota Surabaya, Kabupaten Gresik, Kabupaten Sidoarjo dan khususnya di Kawasan Suaka Ikan di wilayah Kecamatan Balongbendo (Kabupaten  Sidoarjo) dan Kecamatan Wringinanom (Kabupaten Gresik), mengingat pada wilayah ini masih terdapat patok batas garis sempadan sungai sehingga lebih mudah untuk mengetahui batas  sempadan sungai yang menjadi wilayah pengelolaan Kementerian PUPR. Selain itu, di wilayah ini belum banyak bangunan yang didirikan di sempadan sungai, sehingga akan lebih mudah untuk menertibkan pemanfaatan sempadan sungai yang melanggar aturan, karena konflik sosial tidak terlalu besar.

2.  Melakukan peremajaan patok garis sempadan sungai di Kali Surabaya dan khusus di Kawasan Suaka Ikan untuk memperjelas batas garis sempadan, serta memasang banyak papan informasi dan pemberitahuan yang melarang masyarakat menggunakan lahan sempadan sungai tanpa ijin

3.      Melakukan rehabilitasi sempadan sungai dengan melakukan penanaman tanaman asli tepi sungai, misalnya pohon Loa, Pohon Gempol, Pohon Salam, Waru, Keres, Bambu, serta rumput gelagah dan rumput jali-jali atau otok untuk mengurangi erosi tebing sungai, sekaligus berfungsi dalam membantu peresapan air ke dalam tanah, sehingga dapat mengurangi kekeringan saat musim kemarau dan mengurangi banjir saat musim hujan.

4.     Mengembalikan lahan sempadandi patok 14 Desa Cangkir Kec. Driyorejo Gresik menjadi kawasan resapan air yang bisa dimanfaatkan untuk taman. di  patok 14 di Desa Cangkir Kecamatan Driyorejo Gresik yang kini digunakan sebagai pergudangan City Nine yang dikembangkan oleh PT Graha Niaga Mitra Investindo

5.  Memberi surat peringatan kepada seluruh pemilik bangunan dan pengguna lahan bantaran Kali Surabaya, bahwa tanah bantaran sungai adalah tanah negara yang diperuntukkan sebagai kawasan resapan air dan perlindungan sungai, dan masyarakat yang memanfaatkan lahan bantaran sungai wajib memiliki ijin dari pemerintah, maka memanfaatkan lahan dan mendirikan bangunan di bantaran sungai tanpa ijin dapat dikenakan sanksi administrasi berupa pembongkaran pembangunan,

6.   Menetapkan prioritas lokasi penertiban sempadan sungai pada ruas sungai yang telah mengalami kerusakan lingkungan akibat penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan peraturan pemerintah dan menimbulkan gangguan lingkungan kemacetan, banjir dan pencemaran sungai, antara lain:

a.       Kabupaten Gresik; yaitu di Desa Cangkir dan Desa Bambe

b.      Kabupaten Sidoarjo; yaitu di Kelurahan Sepanjang, Tawangsari, Pereng

c.       Kotamadya Surabaya; yaitu di Kelurahan Warugunung, Karangpilang, dan Kebonsari

Nina : "Wings, Nestle, Unilever dan Mayora, Stop Banjiri Sungai Indonesia dengan Sachetmu!"

Nina bersama aktivis lingkungan dunia Melakukan Aksi Didepan Centre Shaw di Ottawa, Kanada Kamis (25/4/2024). Mendesak Produsen Global untuk...